Laman

Minggu, 04 Desember 2011

Membongkar Cinta Rahasia Israel-Singapura



Pada tahun-tahun 1960-an itu pula dirintis keterlibatan Israel dan Yahudi turut membangun negara yang baru mulai berdiri, Singapura.
Pada awal tahun 1965, ketika di Indonesia terjadi gejolak PKI, di Malaysia juga terjadi sebuah gejolak yang kelak mengantarkan lahirnya sebuah negara baru, Singapura. Dalam penuturannya, Lee Kuan Yew mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi konsentrasinya pada awal-awal berdiri Singapura.
Pertama, tentu adalah pengakuan internasional atas lahirnya negara baru ini. Dan untuk membantunya mengatasi masalah yang satu ini ia memilih Sinnathamby Rajaratnam menjadi Menteri Luar Negeri, seorang yang disebut Lee Kuan Yew sebagai seorang yang anti penjajahan tapi bukan seorang yang radikal. Rajaratnam pula yang menyiapkan segala kebutuhan untuk hajatan bulan September 1965, di markas PBB di New York, sebuah presentasi negara baru.
Hal kedua terbesar yang menjadi perhatian Lee Kuan Yew adalah masalah keamanan dan pertahanan. Pada awalnya ia hanya memiliki dua batalion pasukan, itupun berada dalam komando seorang brigadir dari Malaysia, Brigadir Syed Mohammed bin Syed Alsagoff yang menurut Lee seorang Arab Muslim dengan kumis yang siap setiap saat mengambil alih negara Singapura. Ia harus menyiapkan angkatan bersenjata dan sistem pertahanan dalam waktu dekat, untuk menghadapi kelompok-kelompok radikal, terutama beberapa pihak di Malaysia yang tak setuju dengan kemerdekaan Singapura. Kelompok yang satu ini, dipercaya akan mengganggu proses kemerdekaan Singapura, oleh Lee Kuan Yew.
Untuk mengatasi masalah pertahanannya, pada awalnya, Singapura meminta bantuan dan menghubungi Mesir untuk menyiapkan angkatan bersenjata. Tapi, Mesir tak segera memberikan jawaban yang pasti, padahal kebutuhan demikian mendesak untuk diselesaikan. Tapi sebenarnya, sebelum pemisahan terjadi, Israel telah menjalin hubungan dengan benih-benih founding fathers Singapura. Mordechai Kidron, duta besar Israel di Bangkok sejak tahun 1962 sampai 1963 telah mencoba untuk mendekati Lee Kuan Yew dan menawarkan jasa untuk menyiapkan pasukan bersenjata. Tapi saat itu, Lee Kuan Yew menolaknya dengan beberapa alasan, salah satunya adalah pertimbangan Tunku Abdul Rahman dan masyarkat Muslim di wilayah Singapura yang kemungkinan tidak akan setuju. Dan jika mereka tidak setuju, menurut Lee, bisa memancing kerusuhan yang tidak terkendali dan merugikan bagi rencana kemerdekaan Singapura.
Tapi akhirnya, Lee melirik tawaran ini. Di saat yang sama, Lee Kuan Yew juga mengirim dan menunggu jawaban dari India dan Mesir. Ia mengirim surat ke Perdana Menteri India, Lal Bahadur Shastri dan Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser. Dari Mesir Lee Kuan Yew mendapat jawaban, bahwa Nasser menerima dan mengakui kemerdekaan negara Singapura, tapi tidak memberikan jawaban pasti atas permintaan bantuan militer. Dan itu yang memicu kekecewaan Lee Kuan Yew yang langsung memerintahkan untuk memproses proposal Israel untuk menyiapkan militer Singapura. Tokoh lain yang berpengaruh dalam hubungan Singapura-Israel adalah Goh Keng Swee. Lee Kuan Yew memerintahkan Keng Swee untuk mengubungi Mordechai Kidron, duta besar Israel yang berkedudukan di Bangkok pada tanggal 9 September 1965, hanya beberapa bulan setelah pemisahan Singapura dari Malaysia. Dan hanya dalam beberapa hari, Kidron telah terbang ke Singapura untuk menyiapkan keperluannya bersama Hezi Carmel salah seorang pejabat Mossad. Bertahun-tahun kemudian Hezi Carmel dalam sebuah wawancara[2] mengatakan bahwa Goh Keeng Swee berujar kepadanya hanya Israel lah yang bisa membantu Singapura. Israel adalah negara kecil yang dikepung oleh negara-negara Muslim di Timur Tengah, tapi memiliki kekuatan militer yang kecil tapi kuat dan dinamik. Bersama Keng Swee, Kidron dan Hezi menghadap Lee Kuan Yew.
Perlu digarisbawahi di sini, bahwa proposal Israel yang telah diajukan sejak tahun 1960, adalah sebuah hasil dari kajian mendalam tentang masa depan Singapura dan percaturan politik di Asia Tenggara. Bukan Singapura yang aktif untuk meminta Israel masuk, tapi Israel lah yang pertama kali menawarkan diri agar bisa terlibat secara aktif di wilayah Asia Tenggara. Tentu saja ini bukan semata-mata kebetulan, tapi berdasarkan perencanaan yang matang dari gerakan Zionisme internasional. Menempatkan diri bersama Singapura, sama artinya menjadi satelit Israel dan kekuatan Yahudi di Asia Tenggara.
November 1965, tim kecil dari Israel yang dikomandani Kolonel Jak (Yaakov) Ellazari tiba di Singapura (kelak ia dipromosikan pangkatnya menjadi Brigadir Jenderal, bahkan setelah pensiun pun ia menjadi salah satu konsultan senior untuk masalah-masalah pertahanan dan keamanan bagi Singapura). Dan disusul oleh tim yang lebih besar lagi pada bulan Desember 1965. Mereka menggunakan kata sandi the Mexicans untuk membantu Singapura ini.
Kedatangan tim The Mexicans ini sebisa mungkin dirahasiakan dari sorotan publik. Maklum, Singapura adalah negara muda yang dikeliling oleh negara-negara Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan juga Thailand. Lee Kuan Yew juga tidak ingin menimbulkan perdebatan di antara penduduk Singapura yang Muslim.
Pada saat yang sama dengan perintisan ini, Israel sendiri telah menyiapkan bantuan militernya langsung ke Singapura berdasarkan oder dari Kidron dan Hezi Carmel. Tokoh-tokoh penting Israel yang turun berperan mengambil keputusan pembangunan militer Singapura ini adalah Yitzhak Rabin, kepala staff pemerintahan Israel kala itu, Ezer Weizmann dan juga Mayor Jenderal Rehavam Ze’evi, yang kelak menjadi menteri perumahan Israel dan tewas karena serangan Hamas pada tahun 2001.

Goh Keng Sweei dan Rehavam Ze'evi
Ze’evi sendiri yang menjadi pimpinan proyek dan terbang ke Singapura dengan nama samaran Gandhi. Rehavam Ze’evi yang telah menggunakan nama Gandhi berjanji akan membangun kekuatan militer Israel sebagai kekuatan militer yang belum pernah ada di wilayah Asia Tenggara. Dengan dibantu oleh Ellazari dan Letnan Kolonel Yehuda Golan, Ze’evi mulai bekerja. Salah satu yang dibangun dengan serius adalah buku panduan yang diberi nama Brown Book atau Buku Cokelat. Buku panduan militer Singapura yang benar-benar blue print dari Israel.
Buku Cokelat adalah buku panduan untuk perang langsung atau combat. Setelah buku ini selesai, buku panduan lanjutnya digarap pula dengan nama sandi Buku Biru atau Blue Book yang mengatur segala macam strategi pertahanan dan gerakan intelijen. Buku Cokelat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan segera dikirim ke Singapura dari Israel.
Tanggal 24 Desember 1965, enam orang perwira Israel tiba di Singapura. Mereka mengemban dua  tugas yang berbeda. Tim perwira pertama bertugas untuk membangun dan set up kementerian pertahanan Singapura, ini dipimpin oleh Kolonel Ellazari. Dan tim kedua, yang dipimpin oleh Yehuda Golan bertugas untuk menyiapkan pasukan bersenjata. Persiapan pasukan bersenjata ini pada mulanya merekrut 40 sampai 50 orang yang telah memiliki pengalaman di bidang militer untuk ditraining lebih lanjut.
Tapi kini, kekuatan yang berasal dari 40 – 50 orang yang dibangun oleh Israel itu telah menjelma menjadi kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, bahkan mengalahkan Indonesia. Anggaran military budget Singapura itu 4,4 milyar dolar US. Jauh sekali dibanding dengan Indonesia. Mereka juga punya industri militernya sendiri. Jadi tidak melulu bergantung pada negara-negara asing produsen senjata. Sama persis dengan Israel. Israel, meski dia juga bergantung pada negara produsen senjata dari Barat, tapi dia juga membangun persenjataan mereka sendiri. Singapura sudah bisa membuat dari senjata ringan, mesin hingga artileri, mereka sudah mampu membuat sendiri.
Angkatan bersenjata Singapura, keseluruhan, berjumlah 60.500 pasukan. Jauh di bawah Indonesia. Jumlah itu sudah termasuk 39.800 wajib militer dengan masa dinas 24 sampai 30 bulan. Tapi mereka juga pasukan cadangan berjumlah 213.800. Jadi seluruh penduduk dan populasi Singapura. Jadi saya melihat, Singapura ini benar-benar telah menjalankan total defense war. Mereka punya wajib militer untuk seluruh penduduk yang setiap saat semua warga negara Singapura bisa dimobilisasi, dipersenjatai.
Jadi setiap penduduk Singapura itu sudah ada registrasi militernya, kepangkatannya. Ketika terjadi ancaman atau serangan, maka mereka per daerah atau per wilayah sudah bisa langsung melapor dan bergabung pada markas-markas yang sudah ditentukan. Orang-orang sipil itu tahu pangkat mereka apa, berapa anaknya buahnya dan tugasnya apa. Bahkan senjatanya pun sudah disetor di masing-masing markas. Ini benar-benar seperti konsep Israel, bahwa semua penduduk dewasa adalah tentara. Sipil yang militer. Bukan militer yang membangun supremasi di atas sipil. 
Total Defense ala SingapuraJadi setiap penduduk Singapura itu sudah ada registrasi militernya, kepangkatannya. Ketika terjadi ancaman atau serangan, maka mereka per daerah atau per wilayah sudah bisa langsung melapor dan bergabung pada markas-markas yang sudah ditentukan. Orang-orang sipil itu tahu pangkat mereka apa, berapa anaknya buahnya dan tugasnya apa. Bahkan senjatanya pun sudah disetor di masing-masing markas. Ini benar-benar seperti konsep Israel, bahwa semua penduduk dewasa adalah tentara. Sipil yang militer. Bukan militer yang membangun supremasi di atas sipil.
Angakatan Darat mereka 50.000 pasukan, tidak terlalu banyak. Angkatan Laut 4.500 dan Angakat Udara 6.000. Tapi yang menarik adalah, Singapura itu punya Forces Abroad, pasukan-pasukan yang ditempatkan di luar negeri. Bukan pasukan untuk misi internasional, tapi pasukan Singapura sendiri, kebanyakan adalah Angkatan Udara.
Singapura menempatkan pasukannya di Prancis, Australia, Brunei, Afrika Selatan, Taiwan, Thailand dan Amerika. Itu semua terdiri dari pesawat tempur, pesawat pengintai tanpa awak sampai pesawat pengisi bahan baka di udara yang kebanyakan di parkir di Amerika. Indonesia? Jauh sekali. Jadi, andai saja Indonesia mengebom Singapura, mereka bisa membalas lebih kuat lagi dari yang bisa dilakukan Indonesia. Jika sekarang kita terbang dengan pesawat komersial ke Singapura, itu butuh waktu 1 jam 20 menit. Tapi kalau untuk melakukan serangan pre-emptif strike, Singapura hanya butuh waktu kurang dalam 30 menit.
Didikan Israel yang sangat disiplin memang menghasilkan kekuatan yang bukan main. Salah satu disiplin yang mereka diterapkan Israel pada para kadet Singapura adalah bangun pukul 5.30 untuk memulai aktivitasnya. Bahkan salah seorang kadet pernah membantah dan memberikan alasan kepada kolonel Golan dengan mengatakan, “Kolonel Golan, orang-orang Arab tidak ada di sini dan tidak akan menduduki kepala kita. Mengapa kita melakukan latihan segila ini?”[1] Dan menjawab komplain para kadet itu, Goh Keng Swee memerintahkan para kadet itu untuk melakukan apa yang diperintahkan Kolonel Golan, jika tidak, mereka akan melakukannya lebih berat lagi. Hanya dalam setahun, latihan yang dibangun oleh Israel ini telah menghasilkan 200 komandan militer yang terlatih.
Selain kekuatan militer darat, Israel juga merancang strategi combating water bagi Singapura. Pada awalnya, mereka membuat sebuah sampan yang mampu mengangku 10 sampai 15 anggota pasukan untuk patroli laut bahkan ke rawa-rawa. Kekuatan tempur laut yang dibangut oleh Israel memang disiapkan untuk menghadapi negara-negara maritim seperti Indonesia dan Malaysia.

Pengiriman AMX Israel untuk Singapura
Pada tahun 1967, pecah Perang Enam Hari antara Israel dan negara-negara Arab. Pecahnya perang ini membuat tim Israel di Singapura sempat ketar-ketir, sebab, moral pasukan yang mereka bangun di Singapura bisa saja habis sampai ke dasar cawan jika Israel menderita kekalahan perang. Namun, seperti yang tercatat dalam secara, Israel bisa disebut menang mutlak melawan negara-negara Arab dalam Perang Enam Hari tersebut. Bisa dipahami, kekuatan dan sistem militer Israel di banding negara-negara Arab lainnya, jauh di depan. Kemenangan itu pula yang mengantar disepakatinya perjanjian rahasia pembelian 72 Tank AMX-13 light dari Israel yang konon kelebihan produksi. Pembelian dengan diskon ini cukup mengagetkan, pasalnya, pada tahun itu, Malaysia sendiri satu tank tak memiliki.
Dan Singapura memang sengaja menyisakan kejutan tersendiri untuk hal ini. Pada peringatan kemerdekaan, 9 Agustus 1969, dalam parade militer para undangan dikejutkan dengan pameran kekuatan Singapura. Termasuk Menteri Pertahanan Malaysia yang diundang untuk menyaksikan 30 tank bikinan Israel merayap di jalanan. “Sungguh moment yang dramatis,” ujar Lee mengenang saat itu.

Parade Tank AMX
Dan sejak itu pula, terbuka secara umum hubungan Israel dan Singapura. Berikutnya adalah balas jasa yang harus diberikan Singapura pada Israel. Pada sidang umum PBB tahun 1967, negara-negara Arab mensponsori resolusi untuk menveto Israel. Tapi delegasi Singapura yang hadir pada waktu itu menyatakan diri abstain sebagai tanda satu barisan dengan Israel. Selanjutnya, pada tahun Oktober 1968, Lee Kuan Yew menyetujui pembukaan perwakilan dagang Israel di negara tersebut. Setahun berikutnya, secara resmi tahun Mei 1969, Lee memberikan izin pada Israel untuk membuka kedutaannya di Singapura.
Kondisi yang berlainan terjadi di Indonesia. Sebaliknya, dari tahun ke tahun, Indonesia yang menjadi negara besar tetangga Singapura yang kian tak menentu nasib strategi pertahanan dan militernya. Kondisi itulah yang membuat bargaining position Singapura pada Indonesia meningkat, bahkan terkesan arogan. Indonesia saat ini berada pada masa transisi yang membuat posisinya lemah. Pada zaman Soeharto yang kuat, mereka susah untuk mempengaruhi atau masuk lebih jauh ke dalam kebijakan Indonesia secara politis maupun dari sisi supremasi militer. Kekuatan militer di Indonesia masa jayanya ada di bawah Soekarno. Ketika Soeharto berkuasa dengan sistem junta militernya, tidak ada perhatian secara khusus untuk membangun militer Indonesia secara profesional. Seperti kebanyakan rezim pemerintah junta militer, konsentrasi mereka terpecah-pecah untuk mematai-matai rakyatnya sendiri, mengontrol kekuatan politik lawan di dalam negeri, dan itu berakibat tidak terbangunnya militer Indonesia yang profesional. Sekarang ini baru kita melihat hasil ketidak profesionalan itu.
Dulu, Indonesia, menurut Ken Conboy dalam bukunya yang berjudul Kopassus, bisa disebut sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, pada sidang parlemen Singapura tahun 1999 terkuak sebuah informasi, bahwa negara ini menghabiskan sekitar 7,27 milyar dolar dalam setahun, atau sekitar 25% dari anggaran belanja negara untuk alokasi pertahanan. Dan pada tahun 2000, menurut laporan Asian Defense Journal, tak kurang Singapura memiliki empat F-16B, 10 F-16D fighters, 36 F-5C fighters, dan delapan F-5T fighters. Sedangkan Indonesia, kini hanya memiliki enam F-16, itupun tak semuanya bisa dan layak terbang karena terus-menerus melakukan kanibalisasi untuk perbaikannya. Dan pada pemerintahan Megawati, terjadi pembelian pesawat tempur Sukhoi, tapi itu pun tak sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Pesawat Sukhoi yang dibeli oleh Departemen Perdagangan itu dirancang untuk perang dan melawan tank yang di Indonesia sama sekali tidak dibutuhkan.
Bahkan saking unggulnya kekuatan Singapura yang dibangun oleh Israel ini, sampai-sampai Lee Kuan Yew membanggakan militernya jauh lebih efektif dari militer Amerika. Soal keamanan, menurut Lee Kuan Yew, Israel jauh lebih efektif dan hebat dibanding Amerika. Lee membandingkan kerja Israel di Singapura dan kerja Amerika di Vietnam. Pada Perang Vietnam Amerika tak kurang mengirimkan 3.000 sampai 6.000 ahli militernya ke Vietnam Selatan untuk membantu Presiden Ngo Dinh Diem yang menjadi kaki tangannya Paman Sam. Hasilnya? Amerika dan kaki tangannya tetap tak bisa menang di Vietnam. Tapi dengan Singapura, Israel hanya mengirimkan sekitar 18 perwira-perwiranya untuk membangun angkatan bersenjata negara muda ini begitu kuat.
Sejak saat itu berbagai kerjasama dalam jumlah besar tak hanya dalam bidang militer dan pertahanan, tapi juga ekonomi dan politik telah terjadi antara Israel dang Singapura. Dan tentu saja, pada tataran ekonomi dan politik, kekuatan Israel di Singapura telah pula merangsek negara-negara Muslim seperti Malaysia, Brunei dan Indonesia. Termasuk pembelian Indosat dan beberapa bank besar di Indonesia oleh Singapura, secara seloroh usaha aneksasi tersebut telah menjadikan Indonesia provinsi ke sekian dari Israel Raya.
Apalagi sejak Singapura menandatangani kesepakatan satelit mata-mata dengan Israel tahun 2000 lalu. Bisa jadi, tak sejengkal pun wilayah, khususnya area-area Muslim di Asia Tenggara lolos dari perhatian Israel.Tahun 2000 lalu, Israel, Singapura yang difasilitasi oleh Amerika Serikat meneken kontrak kerjasama dalam bidang satelit mata-mata senilai satu milyar dolar Amerika. Dan tentu saja untuk urusan keamanan.
Atas nasihat Israel pula kini Singapura punya interest yang kuat dalam perdagangan dan kerjasama yang dibentuknya untuk empat hal. Empat hal tersebut adalah di bidang komando, kontrol, komunikasi dan intelijen.
Akankah Singapura dengan Israel di belakangnya kelak menjadi ancaman bagi negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand  yang notabene bisa disebut representasi negara Muslim? Jika kelak terbukti Singapura adalah ancaman, sesungguhnya tak mengherankan, sebab kini banyak signal dan indikasi yang menyebutkan. Terlebih ketika isu terorisme menghantam Indonesia, Singapura menjadi corong paling dekat yang menyakitkan telinga warga Indonesia. 

Lee Kuan Yew dan Yitzak Rabin
Beberapa tahun lalu,  Indonesia dibuat heboh oleh pernyataan Senior Ministry Singapore Lee Kuan Yew. Dalam pernyataannya yang dikutip harian The Strait Times, Singapura, Lee mengatakan, “Singapura tidak akan merasa aman selama teroris berkeliaran di Indonesia.
Media massa menjadikan berita ini sebagai komoditi utama dalam pekan itu. Hampir semua media menurunkan laporan utamanya tentang komentar Mr. Lee, termasuk media di mana penulis bekerja saat itu, Majalah Sabili.  Namun penulis mencoba lebih obyektif menulis tentang Singapura dalam catatan kali ini. Beberapa saat lalu, penulis pernah menghubungi Profesor Bilveer Singh, Guru Besar Political Science di National University of Singapore. Saat dihubungi ternyata beliau sedang berada di New Delhi, India, membuka sebuah seminar dan konferensi politik.
Kami ngobrol lebih dari satu jam by phone. Tentu saja yang menjadi point obrolan tersebut adalah pernyataan Mr. Lee. Menurut Bilveer Singh, pernyataan Menteri Senior tersebut menjadi terasa sangat pedas karena memang dipedas-pedaskan oleh media massa. “Saya kira pernyataan Pak Lee itu biasa saja dan tidak tajam. Pak Lee justru membela Indonesia dalam pernyataannya.”
Lalu Bill, bercerita tentang latar belakang Lee Kuan Yew berkata demikian. Beberapa waktu lalu, kepolisian Singapura, kata Bill, menangkap 18 orang yang berencana, bahkan sudah membeli sebanyak 21 ton TNT untuk meledakkan beberapa titik yang disebutnya sebagai tempat Israel dan Amerika di Singapura. Tapi ada lima orang lagi yang disebut-sebut melarikan diri ke Indonesia. Menurut Lee, kata Bill, pemerintah Indonesia sudah dihubungi tentang hal ini, tapi tidak menunjukkan respon yang berarti. Bill juga tak lupa memberi keterangan bahwa pelaku, semua pelaku itu adalah Muslim. “Absolutely Pak, 100% Muslim Pak,” ujarnya dari seberang kabel.
Nanti penulis akan cerita lagi tentang obrolan dengan Bill. Waktu itu, penulis sempat  melakukan crossing chek pernyataan larinya pelaku teror dari Singapura ke Indonesia  pada Pak ZA Maulani, mantan KABAKIN di era presiden Habibie. Dalam obrolan dengan Pak Maulani yang kebetulan mampir ke kantor, penulis bertanya apakah mungkin yang diungkapkan Bill di atas. “Nggak mungkin, mustahil itu,” jawabnya. Di Singapura, kata Pak Maulani, orang makan permen karet dan membuang, apalagi menempelkannya sembarang bisa ketahuan dan kena hukuman. Banyak turis yang ada di sana bermasalah dengan polisi setempat gara-gara di kantong mereka ditemukan buble gum.
Jika permen karet saya bisa diketahui, apalagi TNT yang bentuknya batang dan dalam jumlah yang tidak sedikit, 21 ton, maka tidak menutup kemungkinan ini adalah sebuah  rekayasa. TNT dalam bentuk batangan pasti memerlukan beberapa kontainer untuk mengangkutnya. Saya jadi semakin curiga bahwa di balik ini ada operasi intelijen. Apalagi keterangan Pak Maulani tentang dokumen Jibril yang disebut sebagai pijakan pemerintah Singapura menindak dan menangkap 18 orang yang disebut sebagai teroris itu tidak valid dan bikinan pihak ketiga. Tapi lagi-lagi, keterangan ini dibantah oleh Bill yang menyebutkan bahwa pemerintah Singapura telah melakukan penyelidikan mendalam. “Ini tidak mungkin operasi intelijen. Tidak Pak,” ujar Bilveer Singh.
Di sini, penulis tidak memperdalam informasi mana yang benar, tapi yang pasti, penulis menggaris bawahi kalimat Bill yang mengatakan, “100% Muslim Pak, absolutely.” Pernyataan itu bagi saya menjelaskan sesuatu, bahwa memang ada rencana yang memang sudah disiapkan entah oleh siapa untuk beberapa komunitas Muslim. Tentang hal ini, Bilveer sendiri mengakui memang ada sesuatu yang ia katakan sebagai rencana busuk. “Saya tahu benar bahwa Barat senang membusukkan Islam, kelompok Yahudi dan Kristen garis keras berusaha membusukkan Islam. Islam bagi mereka sama dengan teroris, ini bahaya Pak. Islam is peace,” kata Bilveer.
***
Jika pada bagian di atas dibahas tentang hubungan Singapura dan Israel pada kurun 1965, pada bagian ini saya mencoba untuk lebih ke belakang lagi, jauh sebelum tahun 1965.
Singapura yang pada zaman Singasari kita sebut sebagai Tumasik, adalah sebuah negara dengan luas, tak lebih besar dari Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sebuah negara nir sumber daya alam dan kekayaan bumi. Sebuah negara yang benar-benar tak bisa menggantungkan kehidupannya dengan kekayaan alam. Mulai dirintis oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada awal abad 19, tepatnya 1819. Raffles yang tahu Tumasik secara geografis menjadi perlintasan dagang internasional mulai menyewanya dari seorang pangeran Melayu.
Tahun berjalan, zaman berganti. Pada tahun 1942 tentang Dai Nippon mengalahkan sekutu di beberapa wilayah Asia, termasuk Indonesia, Malaysia, Kalimantan Utara (kini Brunei, red) dan juga Singapura. Peristiwa ini adalah salah satu kurun yang paling mengejutkan bagi Singapura yang sama sekali tak pernah menyangka Inggris kalah oleh tentang Matahari Terbit. Bahkan tak kurang, tentang perasaan ini Lee menuturkannya sendiri. Selain Indonesia, Brunei, Malaysia dan Singapura adalah koloni Inggris.
Jepang masuk ke Singapura pada 12 April 1942 dan mengganti namanya dengan Syonan, yang artinya Cahaya dari Selatan. Penamaan ini berkaitan pula dengan posisi strategis yang dimiliki Singapura. Sebuah pulau kecil yang nantinya akan menjadi negara dari selatan dan turut berperan besar dalam percaturan dunia. Mengapa diidentikkan sebagai selatan, karena memang selamanya penjajahan konon selalu datang dari utara. Coba saja perhatikan, dan sebagai tambahan bahan Anda tentang Utara-Selatan ini, Anda bisa  membaca novel Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik.
Tapi Jepang tak lama-lama memegang kemenangan yang telah diraihnya. Penulis jadi ingat pernyataan Soekarno tentang Jepang yang akan merebut kemenangan, padahal kala itu Jepang belum apa-apa. Prediksi Soekarno tentang Jepang menang melawan Sekutu ada dibeberapa biografinya, di karya Cindy Adams, dan juga Sukarno: An Autobiography. Prediksi itu yang membuat Sukarno berbeda penyikapan terhadap Jepang, dan menyebutnya sebagai saudara tua yang akan menyelamatkan Asia. Karena itu pula Soekarno memberikan perbedaan sikap dibanding dengan masa Belanda. Orang-orang menyebutnya kooperatif.
Meski Soekarno telah yakin dengan prediksnya tentang Jepang, Mohammad Hatta memberi wacana lain tentang kemenangan yang diraih Hinomaru. Menurut Hatta dalam Memoir Mohammad Hatta, Jepang akan butuh banyak, banyak sekali tentara dan tenaga untuk mempertahankan kemenangannya. Jepang juga akan banyak membutuhkan orang-orang pribumi di negara-negara yang berhasil ia rebut dari tangan Sekutu sebagai pelaku administratif sebagai kebijakan dari Kyoto. Itu sebabnya, Jepang merekrut dan membuat Peta di Indonesia, itu juga membangun angkatan-angkatan perang yang terdiri dari orang-orang taklukkan untuk dikirim ke garis depan. Indonesia pernah mengalami hal itu, tidak saja angkatan perang tapi juga perempuan-perempuan yang dijadikan Jugun Ianfu, wanita penghibur di kamp pertahanan.
Meski Jepang melakukan rekruitmen besar-besaran, Hatta tetap mengatakan Jepang tak akan lama. Sebab, menurut Hatta, setelah kekalahannya, Sekutu akan segera memperbarui mesin-mesin perangnya dan ngluruk Jepang yang menduduki wilayah jajahannya. Dan Jepang sendiri belum punya teknologi perang yang cukup untuk mengimbangi kekuatan sekutu. Dan prediksi Bung Hatta pun benar.
Mari kembali lagi ke Singapura. Setelah direbut kembali oleh Inggris, Singapura menjadi sebuah pulau tambang uang untuk melunasi utang-utang yang dimiliki Inggris. Tak hanya Singapura tepatnya, Malaysia dan Brunei pun terkeruk juga untuk melunasi utang yang diakibatkan perjanjian Lend and Lease Act, perjanjian pembayaran biaya sewa alat-alat perang pada Amerika. Tentang hal itu bisa dibaca di buku The Genesis of Malaysia Konfrontasi: Brunei and Indonesia 1945 – 1965 karya Greg Poulgrain.
Roda zaman terus bergulir dan Singapura pun menjadi negara mandiri setelah melepaskan diri dengan Malaysia pada tahun 1965. Lee Kuan Yew menjadi The Founding Father of Republic Singapore. Negara yang hanya memiliki garis pantai 150.5 kilo meter ini pelan-pelan tapi pasti menjadi negara yang berbeda dengan negara-negara di Asia Tenggara umumnya. Baik secara demografis, maupun sejara finansial. Secara demografis, etnis Cina menjadi mayoritas di negara ini dengan jumlah kurang lebih 75 persen dari total penduduk 3 juta. Sisanya 25 persen dibagi-bagi beberapa etnis, Melayu, Tamil dan juga India. Secara finansial, karena tidak memiliki sumber daya alam satu pun, orientasi ekonomi Singapura sejak awal mengarah pada industri jasa. Profit oriented inilah yang membuat Singapura membuka dirinya bagi siapa saja, atau negara mana saja yang ingin menanamkan modal dan bekerjasama.
Singapura tidak salah dalam hal ini. Singapura harus menggunakan cara ini sebab ia beda dengan Brunei yang melimpah sumber daya dan kekayaan alamnya. Satu-satunya cara agar Singapura eksis sebagai negara adalah membuka dirinya dan membangun besar-besaran industri jasa. Dan hal itu berhasil, selain karena Singapura memang strategis di jalur pasar dunia, ada beberapa hal lain yang membuatnya menarik di mata Israel dan Amerika.
Ya, dua negara itulah yang masuk Singapura dengan membawa segudang kepentingan. Ditambah lagi Singapura memang terobsesi dan menjadikan Israel sebagai negara model yang akan ia tiru dalam bidang keamanan dan pertahanan. Singapura menjadikan Israel sebagai model percontohan di bidang keamanan dan Switzerland sebagai model di bidang ekonomi. Sebab, Singapura dan Israel nyaris sama dalam bidang yang satu ini. Israel adalah negara kecil (merebut tanah dan berusaha menjadi negara tepatnya) di tengah-tengah komunitas Arab Timur Tengah. Israel adalah masyarakat Yahudi yang dikepung orang-orang Arab. Sedangkan Singapura merasa dirinya begitu pula, negara kecil dengan mayoritas etnis Cina yang hidup di kawasan Asia Tenggara dengan etnis mayoritas Melayu Muslim pula.
Di poin terakhir inilah (tentang mayoritas Muslim Melayu), kepentingan Israel, Amerika dan Singapura bertemu, melakukan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan, saling memberi manfaat dan memanfaatkan. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar