Minggu, 04 Desember 2011

Membongkar Cinta Rahasia Israel-Singapura



Pada tahun-tahun 1960-an itu pula dirintis keterlibatan Israel dan Yahudi turut membangun negara yang baru mulai berdiri, Singapura.
Pada awal tahun 1965, ketika di Indonesia terjadi gejolak PKI, di Malaysia juga terjadi sebuah gejolak yang kelak mengantarkan lahirnya sebuah negara baru, Singapura. Dalam penuturannya, Lee Kuan Yew mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi konsentrasinya pada awal-awal berdiri Singapura.
Pertama, tentu adalah pengakuan internasional atas lahirnya negara baru ini. Dan untuk membantunya mengatasi masalah yang satu ini ia memilih Sinnathamby Rajaratnam menjadi Menteri Luar Negeri, seorang yang disebut Lee Kuan Yew sebagai seorang yang anti penjajahan tapi bukan seorang yang radikal. Rajaratnam pula yang menyiapkan segala kebutuhan untuk hajatan bulan September 1965, di markas PBB di New York, sebuah presentasi negara baru.
Hal kedua terbesar yang menjadi perhatian Lee Kuan Yew adalah masalah keamanan dan pertahanan. Pada awalnya ia hanya memiliki dua batalion pasukan, itupun berada dalam komando seorang brigadir dari Malaysia, Brigadir Syed Mohammed bin Syed Alsagoff yang menurut Lee seorang Arab Muslim dengan kumis yang siap setiap saat mengambil alih negara Singapura. Ia harus menyiapkan angkatan bersenjata dan sistem pertahanan dalam waktu dekat, untuk menghadapi kelompok-kelompok radikal, terutama beberapa pihak di Malaysia yang tak setuju dengan kemerdekaan Singapura. Kelompok yang satu ini, dipercaya akan mengganggu proses kemerdekaan Singapura, oleh Lee Kuan Yew.
Untuk mengatasi masalah pertahanannya, pada awalnya, Singapura meminta bantuan dan menghubungi Mesir untuk menyiapkan angkatan bersenjata. Tapi, Mesir tak segera memberikan jawaban yang pasti, padahal kebutuhan demikian mendesak untuk diselesaikan. Tapi sebenarnya, sebelum pemisahan terjadi, Israel telah menjalin hubungan dengan benih-benih founding fathers Singapura. Mordechai Kidron, duta besar Israel di Bangkok sejak tahun 1962 sampai 1963 telah mencoba untuk mendekati Lee Kuan Yew dan menawarkan jasa untuk menyiapkan pasukan bersenjata. Tapi saat itu, Lee Kuan Yew menolaknya dengan beberapa alasan, salah satunya adalah pertimbangan Tunku Abdul Rahman dan masyarkat Muslim di wilayah Singapura yang kemungkinan tidak akan setuju. Dan jika mereka tidak setuju, menurut Lee, bisa memancing kerusuhan yang tidak terkendali dan merugikan bagi rencana kemerdekaan Singapura.
Tapi akhirnya, Lee melirik tawaran ini. Di saat yang sama, Lee Kuan Yew juga mengirim dan menunggu jawaban dari India dan Mesir. Ia mengirim surat ke Perdana Menteri India, Lal Bahadur Shastri dan Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser. Dari Mesir Lee Kuan Yew mendapat jawaban, bahwa Nasser menerima dan mengakui kemerdekaan negara Singapura, tapi tidak memberikan jawaban pasti atas permintaan bantuan militer. Dan itu yang memicu kekecewaan Lee Kuan Yew yang langsung memerintahkan untuk memproses proposal Israel untuk menyiapkan militer Singapura. Tokoh lain yang berpengaruh dalam hubungan Singapura-Israel adalah Goh Keng Swee. Lee Kuan Yew memerintahkan Keng Swee untuk mengubungi Mordechai Kidron, duta besar Israel yang berkedudukan di Bangkok pada tanggal 9 September 1965, hanya beberapa bulan setelah pemisahan Singapura dari Malaysia. Dan hanya dalam beberapa hari, Kidron telah terbang ke Singapura untuk menyiapkan keperluannya bersama Hezi Carmel salah seorang pejabat Mossad. Bertahun-tahun kemudian Hezi Carmel dalam sebuah wawancara[2] mengatakan bahwa Goh Keeng Swee berujar kepadanya hanya Israel lah yang bisa membantu Singapura. Israel adalah negara kecil yang dikepung oleh negara-negara Muslim di Timur Tengah, tapi memiliki kekuatan militer yang kecil tapi kuat dan dinamik. Bersama Keng Swee, Kidron dan Hezi menghadap Lee Kuan Yew.
Perlu digarisbawahi di sini, bahwa proposal Israel yang telah diajukan sejak tahun 1960, adalah sebuah hasil dari kajian mendalam tentang masa depan Singapura dan percaturan politik di Asia Tenggara. Bukan Singapura yang aktif untuk meminta Israel masuk, tapi Israel lah yang pertama kali menawarkan diri agar bisa terlibat secara aktif di wilayah Asia Tenggara. Tentu saja ini bukan semata-mata kebetulan, tapi berdasarkan perencanaan yang matang dari gerakan Zionisme internasional. Menempatkan diri bersama Singapura, sama artinya menjadi satelit Israel dan kekuatan Yahudi di Asia Tenggara.
November 1965, tim kecil dari Israel yang dikomandani Kolonel Jak (Yaakov) Ellazari tiba di Singapura (kelak ia dipromosikan pangkatnya menjadi Brigadir Jenderal, bahkan setelah pensiun pun ia menjadi salah satu konsultan senior untuk masalah-masalah pertahanan dan keamanan bagi Singapura). Dan disusul oleh tim yang lebih besar lagi pada bulan Desember 1965. Mereka menggunakan kata sandi the Mexicans untuk membantu Singapura ini.
Kedatangan tim The Mexicans ini sebisa mungkin dirahasiakan dari sorotan publik. Maklum, Singapura adalah negara muda yang dikeliling oleh negara-negara Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan juga Thailand. Lee Kuan Yew juga tidak ingin menimbulkan perdebatan di antara penduduk Singapura yang Muslim.
Pada saat yang sama dengan perintisan ini, Israel sendiri telah menyiapkan bantuan militernya langsung ke Singapura berdasarkan oder dari Kidron dan Hezi Carmel. Tokoh-tokoh penting Israel yang turun berperan mengambil keputusan pembangunan militer Singapura ini adalah Yitzhak Rabin, kepala staff pemerintahan Israel kala itu, Ezer Weizmann dan juga Mayor Jenderal Rehavam Ze’evi, yang kelak menjadi menteri perumahan Israel dan tewas karena serangan Hamas pada tahun 2001.

Goh Keng Sweei dan Rehavam Ze'evi
Ze’evi sendiri yang menjadi pimpinan proyek dan terbang ke Singapura dengan nama samaran Gandhi. Rehavam Ze’evi yang telah menggunakan nama Gandhi berjanji akan membangun kekuatan militer Israel sebagai kekuatan militer yang belum pernah ada di wilayah Asia Tenggara. Dengan dibantu oleh Ellazari dan Letnan Kolonel Yehuda Golan, Ze’evi mulai bekerja. Salah satu yang dibangun dengan serius adalah buku panduan yang diberi nama Brown Book atau Buku Cokelat. Buku panduan militer Singapura yang benar-benar blue print dari Israel.
Buku Cokelat adalah buku panduan untuk perang langsung atau combat. Setelah buku ini selesai, buku panduan lanjutnya digarap pula dengan nama sandi Buku Biru atau Blue Book yang mengatur segala macam strategi pertahanan dan gerakan intelijen. Buku Cokelat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan segera dikirim ke Singapura dari Israel.
Tanggal 24 Desember 1965, enam orang perwira Israel tiba di Singapura. Mereka mengemban dua  tugas yang berbeda. Tim perwira pertama bertugas untuk membangun dan set up kementerian pertahanan Singapura, ini dipimpin oleh Kolonel Ellazari. Dan tim kedua, yang dipimpin oleh Yehuda Golan bertugas untuk menyiapkan pasukan bersenjata. Persiapan pasukan bersenjata ini pada mulanya merekrut 40 sampai 50 orang yang telah memiliki pengalaman di bidang militer untuk ditraining lebih lanjut.
Tapi kini, kekuatan yang berasal dari 40 – 50 orang yang dibangun oleh Israel itu telah menjelma menjadi kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, bahkan mengalahkan Indonesia. Anggaran military budget Singapura itu 4,4 milyar dolar US. Jauh sekali dibanding dengan Indonesia. Mereka juga punya industri militernya sendiri. Jadi tidak melulu bergantung pada negara-negara asing produsen senjata. Sama persis dengan Israel. Israel, meski dia juga bergantung pada negara produsen senjata dari Barat, tapi dia juga membangun persenjataan mereka sendiri. Singapura sudah bisa membuat dari senjata ringan, mesin hingga artileri, mereka sudah mampu membuat sendiri.
Angkatan bersenjata Singapura, keseluruhan, berjumlah 60.500 pasukan. Jauh di bawah Indonesia. Jumlah itu sudah termasuk 39.800 wajib militer dengan masa dinas 24 sampai 30 bulan. Tapi mereka juga pasukan cadangan berjumlah 213.800. Jadi seluruh penduduk dan populasi Singapura. Jadi saya melihat, Singapura ini benar-benar telah menjalankan total defense war. Mereka punya wajib militer untuk seluruh penduduk yang setiap saat semua warga negara Singapura bisa dimobilisasi, dipersenjatai.
Jadi setiap penduduk Singapura itu sudah ada registrasi militernya, kepangkatannya. Ketika terjadi ancaman atau serangan, maka mereka per daerah atau per wilayah sudah bisa langsung melapor dan bergabung pada markas-markas yang sudah ditentukan. Orang-orang sipil itu tahu pangkat mereka apa, berapa anaknya buahnya dan tugasnya apa. Bahkan senjatanya pun sudah disetor di masing-masing markas. Ini benar-benar seperti konsep Israel, bahwa semua penduduk dewasa adalah tentara. Sipil yang militer. Bukan militer yang membangun supremasi di atas sipil. 
Total Defense ala SingapuraJadi setiap penduduk Singapura itu sudah ada registrasi militernya, kepangkatannya. Ketika terjadi ancaman atau serangan, maka mereka per daerah atau per wilayah sudah bisa langsung melapor dan bergabung pada markas-markas yang sudah ditentukan. Orang-orang sipil itu tahu pangkat mereka apa, berapa anaknya buahnya dan tugasnya apa. Bahkan senjatanya pun sudah disetor di masing-masing markas. Ini benar-benar seperti konsep Israel, bahwa semua penduduk dewasa adalah tentara. Sipil yang militer. Bukan militer yang membangun supremasi di atas sipil.
Angakatan Darat mereka 50.000 pasukan, tidak terlalu banyak. Angkatan Laut 4.500 dan Angakat Udara 6.000. Tapi yang menarik adalah, Singapura itu punya Forces Abroad, pasukan-pasukan yang ditempatkan di luar negeri. Bukan pasukan untuk misi internasional, tapi pasukan Singapura sendiri, kebanyakan adalah Angkatan Udara.
Singapura menempatkan pasukannya di Prancis, Australia, Brunei, Afrika Selatan, Taiwan, Thailand dan Amerika. Itu semua terdiri dari pesawat tempur, pesawat pengintai tanpa awak sampai pesawat pengisi bahan baka di udara yang kebanyakan di parkir di Amerika. Indonesia? Jauh sekali. Jadi, andai saja Indonesia mengebom Singapura, mereka bisa membalas lebih kuat lagi dari yang bisa dilakukan Indonesia. Jika sekarang kita terbang dengan pesawat komersial ke Singapura, itu butuh waktu 1 jam 20 menit. Tapi kalau untuk melakukan serangan pre-emptif strike, Singapura hanya butuh waktu kurang dalam 30 menit.
Didikan Israel yang sangat disiplin memang menghasilkan kekuatan yang bukan main. Salah satu disiplin yang mereka diterapkan Israel pada para kadet Singapura adalah bangun pukul 5.30 untuk memulai aktivitasnya. Bahkan salah seorang kadet pernah membantah dan memberikan alasan kepada kolonel Golan dengan mengatakan, “Kolonel Golan, orang-orang Arab tidak ada di sini dan tidak akan menduduki kepala kita. Mengapa kita melakukan latihan segila ini?”[1] Dan menjawab komplain para kadet itu, Goh Keng Swee memerintahkan para kadet itu untuk melakukan apa yang diperintahkan Kolonel Golan, jika tidak, mereka akan melakukannya lebih berat lagi. Hanya dalam setahun, latihan yang dibangun oleh Israel ini telah menghasilkan 200 komandan militer yang terlatih.
Selain kekuatan militer darat, Israel juga merancang strategi combating water bagi Singapura. Pada awalnya, mereka membuat sebuah sampan yang mampu mengangku 10 sampai 15 anggota pasukan untuk patroli laut bahkan ke rawa-rawa. Kekuatan tempur laut yang dibangut oleh Israel memang disiapkan untuk menghadapi negara-negara maritim seperti Indonesia dan Malaysia.

Pengiriman AMX Israel untuk Singapura
Pada tahun 1967, pecah Perang Enam Hari antara Israel dan negara-negara Arab. Pecahnya perang ini membuat tim Israel di Singapura sempat ketar-ketir, sebab, moral pasukan yang mereka bangun di Singapura bisa saja habis sampai ke dasar cawan jika Israel menderita kekalahan perang. Namun, seperti yang tercatat dalam secara, Israel bisa disebut menang mutlak melawan negara-negara Arab dalam Perang Enam Hari tersebut. Bisa dipahami, kekuatan dan sistem militer Israel di banding negara-negara Arab lainnya, jauh di depan. Kemenangan itu pula yang mengantar disepakatinya perjanjian rahasia pembelian 72 Tank AMX-13 light dari Israel yang konon kelebihan produksi. Pembelian dengan diskon ini cukup mengagetkan, pasalnya, pada tahun itu, Malaysia sendiri satu tank tak memiliki.
Dan Singapura memang sengaja menyisakan kejutan tersendiri untuk hal ini. Pada peringatan kemerdekaan, 9 Agustus 1969, dalam parade militer para undangan dikejutkan dengan pameran kekuatan Singapura. Termasuk Menteri Pertahanan Malaysia yang diundang untuk menyaksikan 30 tank bikinan Israel merayap di jalanan. “Sungguh moment yang dramatis,” ujar Lee mengenang saat itu.

Parade Tank AMX
Dan sejak itu pula, terbuka secara umum hubungan Israel dan Singapura. Berikutnya adalah balas jasa yang harus diberikan Singapura pada Israel. Pada sidang umum PBB tahun 1967, negara-negara Arab mensponsori resolusi untuk menveto Israel. Tapi delegasi Singapura yang hadir pada waktu itu menyatakan diri abstain sebagai tanda satu barisan dengan Israel. Selanjutnya, pada tahun Oktober 1968, Lee Kuan Yew menyetujui pembukaan perwakilan dagang Israel di negara tersebut. Setahun berikutnya, secara resmi tahun Mei 1969, Lee memberikan izin pada Israel untuk membuka kedutaannya di Singapura.
Kondisi yang berlainan terjadi di Indonesia. Sebaliknya, dari tahun ke tahun, Indonesia yang menjadi negara besar tetangga Singapura yang kian tak menentu nasib strategi pertahanan dan militernya. Kondisi itulah yang membuat bargaining position Singapura pada Indonesia meningkat, bahkan terkesan arogan. Indonesia saat ini berada pada masa transisi yang membuat posisinya lemah. Pada zaman Soeharto yang kuat, mereka susah untuk mempengaruhi atau masuk lebih jauh ke dalam kebijakan Indonesia secara politis maupun dari sisi supremasi militer. Kekuatan militer di Indonesia masa jayanya ada di bawah Soekarno. Ketika Soeharto berkuasa dengan sistem junta militernya, tidak ada perhatian secara khusus untuk membangun militer Indonesia secara profesional. Seperti kebanyakan rezim pemerintah junta militer, konsentrasi mereka terpecah-pecah untuk mematai-matai rakyatnya sendiri, mengontrol kekuatan politik lawan di dalam negeri, dan itu berakibat tidak terbangunnya militer Indonesia yang profesional. Sekarang ini baru kita melihat hasil ketidak profesionalan itu.
Dulu, Indonesia, menurut Ken Conboy dalam bukunya yang berjudul Kopassus, bisa disebut sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, pada sidang parlemen Singapura tahun 1999 terkuak sebuah informasi, bahwa negara ini menghabiskan sekitar 7,27 milyar dolar dalam setahun, atau sekitar 25% dari anggaran belanja negara untuk alokasi pertahanan. Dan pada tahun 2000, menurut laporan Asian Defense Journal, tak kurang Singapura memiliki empat F-16B, 10 F-16D fighters, 36 F-5C fighters, dan delapan F-5T fighters. Sedangkan Indonesia, kini hanya memiliki enam F-16, itupun tak semuanya bisa dan layak terbang karena terus-menerus melakukan kanibalisasi untuk perbaikannya. Dan pada pemerintahan Megawati, terjadi pembelian pesawat tempur Sukhoi, tapi itu pun tak sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Pesawat Sukhoi yang dibeli oleh Departemen Perdagangan itu dirancang untuk perang dan melawan tank yang di Indonesia sama sekali tidak dibutuhkan.
Bahkan saking unggulnya kekuatan Singapura yang dibangun oleh Israel ini, sampai-sampai Lee Kuan Yew membanggakan militernya jauh lebih efektif dari militer Amerika. Soal keamanan, menurut Lee Kuan Yew, Israel jauh lebih efektif dan hebat dibanding Amerika. Lee membandingkan kerja Israel di Singapura dan kerja Amerika di Vietnam. Pada Perang Vietnam Amerika tak kurang mengirimkan 3.000 sampai 6.000 ahli militernya ke Vietnam Selatan untuk membantu Presiden Ngo Dinh Diem yang menjadi kaki tangannya Paman Sam. Hasilnya? Amerika dan kaki tangannya tetap tak bisa menang di Vietnam. Tapi dengan Singapura, Israel hanya mengirimkan sekitar 18 perwira-perwiranya untuk membangun angkatan bersenjata negara muda ini begitu kuat.
Sejak saat itu berbagai kerjasama dalam jumlah besar tak hanya dalam bidang militer dan pertahanan, tapi juga ekonomi dan politik telah terjadi antara Israel dang Singapura. Dan tentu saja, pada tataran ekonomi dan politik, kekuatan Israel di Singapura telah pula merangsek negara-negara Muslim seperti Malaysia, Brunei dan Indonesia. Termasuk pembelian Indosat dan beberapa bank besar di Indonesia oleh Singapura, secara seloroh usaha aneksasi tersebut telah menjadikan Indonesia provinsi ke sekian dari Israel Raya.
Apalagi sejak Singapura menandatangani kesepakatan satelit mata-mata dengan Israel tahun 2000 lalu. Bisa jadi, tak sejengkal pun wilayah, khususnya area-area Muslim di Asia Tenggara lolos dari perhatian Israel.Tahun 2000 lalu, Israel, Singapura yang difasilitasi oleh Amerika Serikat meneken kontrak kerjasama dalam bidang satelit mata-mata senilai satu milyar dolar Amerika. Dan tentu saja untuk urusan keamanan.
Atas nasihat Israel pula kini Singapura punya interest yang kuat dalam perdagangan dan kerjasama yang dibentuknya untuk empat hal. Empat hal tersebut adalah di bidang komando, kontrol, komunikasi dan intelijen.
Akankah Singapura dengan Israel di belakangnya kelak menjadi ancaman bagi negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand  yang notabene bisa disebut representasi negara Muslim? Jika kelak terbukti Singapura adalah ancaman, sesungguhnya tak mengherankan, sebab kini banyak signal dan indikasi yang menyebutkan. Terlebih ketika isu terorisme menghantam Indonesia, Singapura menjadi corong paling dekat yang menyakitkan telinga warga Indonesia. 

Lee Kuan Yew dan Yitzak Rabin
Beberapa tahun lalu,  Indonesia dibuat heboh oleh pernyataan Senior Ministry Singapore Lee Kuan Yew. Dalam pernyataannya yang dikutip harian The Strait Times, Singapura, Lee mengatakan, “Singapura tidak akan merasa aman selama teroris berkeliaran di Indonesia.
Media massa menjadikan berita ini sebagai komoditi utama dalam pekan itu. Hampir semua media menurunkan laporan utamanya tentang komentar Mr. Lee, termasuk media di mana penulis bekerja saat itu, Majalah Sabili.  Namun penulis mencoba lebih obyektif menulis tentang Singapura dalam catatan kali ini. Beberapa saat lalu, penulis pernah menghubungi Profesor Bilveer Singh, Guru Besar Political Science di National University of Singapore. Saat dihubungi ternyata beliau sedang berada di New Delhi, India, membuka sebuah seminar dan konferensi politik.
Kami ngobrol lebih dari satu jam by phone. Tentu saja yang menjadi point obrolan tersebut adalah pernyataan Mr. Lee. Menurut Bilveer Singh, pernyataan Menteri Senior tersebut menjadi terasa sangat pedas karena memang dipedas-pedaskan oleh media massa. “Saya kira pernyataan Pak Lee itu biasa saja dan tidak tajam. Pak Lee justru membela Indonesia dalam pernyataannya.”
Lalu Bill, bercerita tentang latar belakang Lee Kuan Yew berkata demikian. Beberapa waktu lalu, kepolisian Singapura, kata Bill, menangkap 18 orang yang berencana, bahkan sudah membeli sebanyak 21 ton TNT untuk meledakkan beberapa titik yang disebutnya sebagai tempat Israel dan Amerika di Singapura. Tapi ada lima orang lagi yang disebut-sebut melarikan diri ke Indonesia. Menurut Lee, kata Bill, pemerintah Indonesia sudah dihubungi tentang hal ini, tapi tidak menunjukkan respon yang berarti. Bill juga tak lupa memberi keterangan bahwa pelaku, semua pelaku itu adalah Muslim. “Absolutely Pak, 100% Muslim Pak,” ujarnya dari seberang kabel.
Nanti penulis akan cerita lagi tentang obrolan dengan Bill. Waktu itu, penulis sempat  melakukan crossing chek pernyataan larinya pelaku teror dari Singapura ke Indonesia  pada Pak ZA Maulani, mantan KABAKIN di era presiden Habibie. Dalam obrolan dengan Pak Maulani yang kebetulan mampir ke kantor, penulis bertanya apakah mungkin yang diungkapkan Bill di atas. “Nggak mungkin, mustahil itu,” jawabnya. Di Singapura, kata Pak Maulani, orang makan permen karet dan membuang, apalagi menempelkannya sembarang bisa ketahuan dan kena hukuman. Banyak turis yang ada di sana bermasalah dengan polisi setempat gara-gara di kantong mereka ditemukan buble gum.
Jika permen karet saya bisa diketahui, apalagi TNT yang bentuknya batang dan dalam jumlah yang tidak sedikit, 21 ton, maka tidak menutup kemungkinan ini adalah sebuah  rekayasa. TNT dalam bentuk batangan pasti memerlukan beberapa kontainer untuk mengangkutnya. Saya jadi semakin curiga bahwa di balik ini ada operasi intelijen. Apalagi keterangan Pak Maulani tentang dokumen Jibril yang disebut sebagai pijakan pemerintah Singapura menindak dan menangkap 18 orang yang disebut sebagai teroris itu tidak valid dan bikinan pihak ketiga. Tapi lagi-lagi, keterangan ini dibantah oleh Bill yang menyebutkan bahwa pemerintah Singapura telah melakukan penyelidikan mendalam. “Ini tidak mungkin operasi intelijen. Tidak Pak,” ujar Bilveer Singh.
Di sini, penulis tidak memperdalam informasi mana yang benar, tapi yang pasti, penulis menggaris bawahi kalimat Bill yang mengatakan, “100% Muslim Pak, absolutely.” Pernyataan itu bagi saya menjelaskan sesuatu, bahwa memang ada rencana yang memang sudah disiapkan entah oleh siapa untuk beberapa komunitas Muslim. Tentang hal ini, Bilveer sendiri mengakui memang ada sesuatu yang ia katakan sebagai rencana busuk. “Saya tahu benar bahwa Barat senang membusukkan Islam, kelompok Yahudi dan Kristen garis keras berusaha membusukkan Islam. Islam bagi mereka sama dengan teroris, ini bahaya Pak. Islam is peace,” kata Bilveer.
***
Jika pada bagian di atas dibahas tentang hubungan Singapura dan Israel pada kurun 1965, pada bagian ini saya mencoba untuk lebih ke belakang lagi, jauh sebelum tahun 1965.
Singapura yang pada zaman Singasari kita sebut sebagai Tumasik, adalah sebuah negara dengan luas, tak lebih besar dari Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sebuah negara nir sumber daya alam dan kekayaan bumi. Sebuah negara yang benar-benar tak bisa menggantungkan kehidupannya dengan kekayaan alam. Mulai dirintis oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada awal abad 19, tepatnya 1819. Raffles yang tahu Tumasik secara geografis menjadi perlintasan dagang internasional mulai menyewanya dari seorang pangeran Melayu.
Tahun berjalan, zaman berganti. Pada tahun 1942 tentang Dai Nippon mengalahkan sekutu di beberapa wilayah Asia, termasuk Indonesia, Malaysia, Kalimantan Utara (kini Brunei, red) dan juga Singapura. Peristiwa ini adalah salah satu kurun yang paling mengejutkan bagi Singapura yang sama sekali tak pernah menyangka Inggris kalah oleh tentang Matahari Terbit. Bahkan tak kurang, tentang perasaan ini Lee menuturkannya sendiri. Selain Indonesia, Brunei, Malaysia dan Singapura adalah koloni Inggris.
Jepang masuk ke Singapura pada 12 April 1942 dan mengganti namanya dengan Syonan, yang artinya Cahaya dari Selatan. Penamaan ini berkaitan pula dengan posisi strategis yang dimiliki Singapura. Sebuah pulau kecil yang nantinya akan menjadi negara dari selatan dan turut berperan besar dalam percaturan dunia. Mengapa diidentikkan sebagai selatan, karena memang selamanya penjajahan konon selalu datang dari utara. Coba saja perhatikan, dan sebagai tambahan bahan Anda tentang Utara-Selatan ini, Anda bisa  membaca novel Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik.
Tapi Jepang tak lama-lama memegang kemenangan yang telah diraihnya. Penulis jadi ingat pernyataan Soekarno tentang Jepang yang akan merebut kemenangan, padahal kala itu Jepang belum apa-apa. Prediksi Soekarno tentang Jepang menang melawan Sekutu ada dibeberapa biografinya, di karya Cindy Adams, dan juga Sukarno: An Autobiography. Prediksi itu yang membuat Sukarno berbeda penyikapan terhadap Jepang, dan menyebutnya sebagai saudara tua yang akan menyelamatkan Asia. Karena itu pula Soekarno memberikan perbedaan sikap dibanding dengan masa Belanda. Orang-orang menyebutnya kooperatif.
Meski Soekarno telah yakin dengan prediksnya tentang Jepang, Mohammad Hatta memberi wacana lain tentang kemenangan yang diraih Hinomaru. Menurut Hatta dalam Memoir Mohammad Hatta, Jepang akan butuh banyak, banyak sekali tentara dan tenaga untuk mempertahankan kemenangannya. Jepang juga akan banyak membutuhkan orang-orang pribumi di negara-negara yang berhasil ia rebut dari tangan Sekutu sebagai pelaku administratif sebagai kebijakan dari Kyoto. Itu sebabnya, Jepang merekrut dan membuat Peta di Indonesia, itu juga membangun angkatan-angkatan perang yang terdiri dari orang-orang taklukkan untuk dikirim ke garis depan. Indonesia pernah mengalami hal itu, tidak saja angkatan perang tapi juga perempuan-perempuan yang dijadikan Jugun Ianfu, wanita penghibur di kamp pertahanan.
Meski Jepang melakukan rekruitmen besar-besaran, Hatta tetap mengatakan Jepang tak akan lama. Sebab, menurut Hatta, setelah kekalahannya, Sekutu akan segera memperbarui mesin-mesin perangnya dan ngluruk Jepang yang menduduki wilayah jajahannya. Dan Jepang sendiri belum punya teknologi perang yang cukup untuk mengimbangi kekuatan sekutu. Dan prediksi Bung Hatta pun benar.
Mari kembali lagi ke Singapura. Setelah direbut kembali oleh Inggris, Singapura menjadi sebuah pulau tambang uang untuk melunasi utang-utang yang dimiliki Inggris. Tak hanya Singapura tepatnya, Malaysia dan Brunei pun terkeruk juga untuk melunasi utang yang diakibatkan perjanjian Lend and Lease Act, perjanjian pembayaran biaya sewa alat-alat perang pada Amerika. Tentang hal itu bisa dibaca di buku The Genesis of Malaysia Konfrontasi: Brunei and Indonesia 1945 – 1965 karya Greg Poulgrain.
Roda zaman terus bergulir dan Singapura pun menjadi negara mandiri setelah melepaskan diri dengan Malaysia pada tahun 1965. Lee Kuan Yew menjadi The Founding Father of Republic Singapore. Negara yang hanya memiliki garis pantai 150.5 kilo meter ini pelan-pelan tapi pasti menjadi negara yang berbeda dengan negara-negara di Asia Tenggara umumnya. Baik secara demografis, maupun sejara finansial. Secara demografis, etnis Cina menjadi mayoritas di negara ini dengan jumlah kurang lebih 75 persen dari total penduduk 3 juta. Sisanya 25 persen dibagi-bagi beberapa etnis, Melayu, Tamil dan juga India. Secara finansial, karena tidak memiliki sumber daya alam satu pun, orientasi ekonomi Singapura sejak awal mengarah pada industri jasa. Profit oriented inilah yang membuat Singapura membuka dirinya bagi siapa saja, atau negara mana saja yang ingin menanamkan modal dan bekerjasama.
Singapura tidak salah dalam hal ini. Singapura harus menggunakan cara ini sebab ia beda dengan Brunei yang melimpah sumber daya dan kekayaan alamnya. Satu-satunya cara agar Singapura eksis sebagai negara adalah membuka dirinya dan membangun besar-besaran industri jasa. Dan hal itu berhasil, selain karena Singapura memang strategis di jalur pasar dunia, ada beberapa hal lain yang membuatnya menarik di mata Israel dan Amerika.
Ya, dua negara itulah yang masuk Singapura dengan membawa segudang kepentingan. Ditambah lagi Singapura memang terobsesi dan menjadikan Israel sebagai negara model yang akan ia tiru dalam bidang keamanan dan pertahanan. Singapura menjadikan Israel sebagai model percontohan di bidang keamanan dan Switzerland sebagai model di bidang ekonomi. Sebab, Singapura dan Israel nyaris sama dalam bidang yang satu ini. Israel adalah negara kecil (merebut tanah dan berusaha menjadi negara tepatnya) di tengah-tengah komunitas Arab Timur Tengah. Israel adalah masyarakat Yahudi yang dikepung orang-orang Arab. Sedangkan Singapura merasa dirinya begitu pula, negara kecil dengan mayoritas etnis Cina yang hidup di kawasan Asia Tenggara dengan etnis mayoritas Melayu Muslim pula.
Di poin terakhir inilah (tentang mayoritas Muslim Melayu), kepentingan Israel, Amerika dan Singapura bertemu, melakukan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan, saling memberi manfaat dan memanfaatkan. (bersambung)

Jumat, 02 Desember 2011

Dakwah Islam Pada Masyarakat Multikultural: Kualifikasi Dai yang Bagaimana?


Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota atau negeri yang homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik, budaya atau agama tertentu. Tapi sekarang tidak lagi. Mobilitas penduduk yang bergerak sangat dinamis, didukung oleh perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan struktur dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah cepat. Di mana-mana muncul masyarakat multikultural, masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang semakin tinggi, sehingga menuntut adanya saling pengertian dan saling menghargai agar bisa hidup bersama dalam satu masyarakat yang utuh.
Sikap dan pandangan hidup bagaimana yang diperlukan dalam suatu masyarakat multkultural telah melahirkan Multikulturalisme sebagai suatu faham yang dituntut oleh perkembangan masyarakat global yang plural. Faham ini berangkat atas dasar kesamaan martabat manusia (equal dignity of human rights), dimana dignity adalah salah satu prinsip hidup manusia. Dalam masyarakat multicultural setiap kelompok berhak mengembangkan diri sesuai dengan “jalan” jati diri atau karakteristik kelompoknya (HAR Tilaar, 2004). Faham ini tidak menganggap cukup dengan adanya Hukum dalam suatu demokrasi konstitusional, karena dalam masyarkat multicultural dibutuhkan adanya jaminan terhadap hak-hak kelompok minoritas untuk mengembangkan martabat atas dasar jati diri mereka. Jadi dibutuhkan adanya kesadaran kolektif yang mendorong munculnya kebudayaan politik yang ditandai oleh adanya penghormatan timbal-balik atas hak-hak manusia, sebab dengan demikianlah demokrasi konstitusional bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas untuk duduk bersama dengan kebudayaan kelompok-kelompok lain, tanpa ada rasa takut akan kehilangan identitas atau “ditelan” oleh kelompok mayoritas yang dominan.
Apa relevansi multikulturalisme bagi kita sebagai muslim dan warga bangsa Indonesia? Pertama, berangkat dari realita kita sebagai bangsa yang penuh keragaman. De facto bangsa ini tersebar di 17.000 lebih pulau, terdiri dari puluhan etnik dengan bahasa, tradisi, dan agama yang tidak sama. De jure, kita sebenarnya telah mengadopsi semangat multikulturalisme sekalipun dengan aktualisasi yang masih gamang. Pancasila dan UUD 1945 telah mencoba merangkul semua unsur keragaman itu, sebagaimana teukir tegas pada simbol (Garuda) negara dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika. “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, sungguh merupakan semboyan yang paling pas untuk merangkum prinsip-prinsip multikulturalisme. Sayang kita baru berkutat-katit pada slogan tetapi lemah dalam tindakan, sehingga multikulturalisme terasa asing atau bahkan dicurigai.
Kedua, pengalaman pada masa pemerintahan yang lalu bisa menjadi pelajaran berharga tentang perlunya sikap istiqomah pada semangat multikulturalisme, demi kelangsungan hidup bangsa yang memang bersifat multikultural. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang otoriter-sentralistik sejak lama telah “membongsai” kebhinnekaan daerah-daerah demi keTunggal Ikaan yang semu. Atas nama persatuan dan kesatuan ruang gerak keanekaragaman kultural yang terdapat di daerah-daerah dipersempit, sehingga menghancurkan local cultural geniuses, seperti tradisi pemerintahan nagari di Minangkabau, pela gandong di Ambon, komunitas dalihan natolu di Tapanuli. Padahal keanekaragaman tradisi sosio-kultural seperti ini merupakan kekayaan kultural yang luar biasa, yang mengandung pranata-pranata sosial yang antara lain berfungsi sebagai defense mechanism untuk memelihara integrasi dan keutuhan sosio-kultural masyarakat (Azyumardi Azra, 2003). Maka pantas diduga jika kekerasan dan konflik bernuansa perbedaan etnik-agama yang marak sejak tahun 1996, tidak lepas dari kebijakan yang telah memandulkan local geniuses tersebut.
Ketiga, pengalaman pendek era Reformasi yang mendebarkan karena kebijakan desentralisasi kekuasaan pemerintah ke daerah-daerah cenderung memperlihatkan gejala “daerahisme” yang tampil tumpang tindih dengan etnisitas“sukuisme”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, mempunyai bobot ancaman yang lebih besar terhadap keutuhan bangsa dibandingkan dengan pengalaman yang salah dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Jika dulu kebhinnekaan yang terancam, sekarang bandul ancaman itu bergerak ke sisi keTunggal Ikaan. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan pengungkapan identitas etnik dan agama karena di dalamnya ada kebanggan karakter diri dan kemartabatan kultural yang diperlukan oleh tiap bangsa untuk maju dan kuat. Namun dalam suatu masyarakat yang multikultural, pengungkapan identitas yang sempit bisa menimbulkan antiklimaks yang mengancam kepentingan bersama (masyarakat).

Keempat adalah posisi umat Islam yang mayoritas, sehingga kelangsungan hidup bangsa ini tidak salah kalau disandarkan pada kearifan orang-orang muslim dalam menghargai keanekaragaman kultural tersebut. Apa yang seharusnya kita lakukan dari perspektif dakwah?
Harus disadari bahwa keragaman atau pluralitas kultural itu sudah merupakan suatu kenyataan yang umum, sejalan dengan arah perkembangan masyarakat dari berbagai dimensi. Persoalannya adalah bagaimana pluralitas itu disikapi dan dikonseptualisasikan tanpa harus menghadang laju perkembangan masyarakat. Al-Qur’an pun memastikan trend perkembangan ke arah masyarakat yang multikultural itu, sekaligus mengajarkan bagaimana manusia harus mensikapi keragaman tersebut sebagaimana tersurat pada Al-Hujarat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan kelompok agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa. Allah Maha Tahu dan Maha Teliti”.
Tuntunan normatif yang diberikan Islam terhadap keniscayaan gender dan pluralitas kultural adalah sesuatu yang positif, yaitu: (1). Masuk ke dalam pluralitas itu dengan pikiran terbuka, untuk mengenal dan dikenal (lita’arofuu), mengembangkan proses interaksi interpersonal dan sosial bil hikmah. (2) Taqwa menjadi modal pokok ketika berinteraksi dalam masyarakat multicultural, yaitu taqwa pada pengertiannya yang dasar yaitu “waqaa” atau menjaga diri, (3) Melakukan dua petunjuk itu secara teliti, dalam perspektif dakwah terhadap masyarakat multicultural yang kompleks, untuk memuliakan martabat (dignity) Islam.

Bagaimana tuntunan normatif ini dijabarkan, paling tepat kita lihat ulang bagaimana Nabi membangun masyarakat multikultural di Madinah 1400 tahun yang lalu. Heterogenitas kultural masyarakat kota Madinah dapat dilihat dari hasil cacah penduduk yang dilakukan atas perintah Nabi, berdasarkan hadits riwayat Bukori (Ali Bulac, 2001), di mana dari 10.000 jiwa penduduk Madinah kala itu kaum muslim adalah minoritas (15%). Mayoritas adalah orang musyrik Arab (45%) dan orang Yahudi (40%). Tingkat heterogenitas ini lebih tinggi lagi manakala dipaparkan bahwa masing-masing kelompok Muslim, Musyrik Arab, dan Yahudi itu di dalamnya terdiri dari berbagai kabilah atau sub-kelompok. Kaum muslim sendiri terdiri dari dua kelompok besar Muhajirin (migran) dan Anshor (non-migran), yang masing-masing terdiri dari berbagai suku atau kabilah yang punya tradisi bermusuhan karena kuatnya akar sukuisme dalam masyarakat Arab.
Dalam struktur masyarakat Arab yang tradisional, organisasi sosial sangat bergantung kepada ikatan darah dan kekerabatan. Tetapi di Madinah, untuk pertama kalinya (tahun 622 M) orang-orang yang berasal dari latar belakang suku, agama, dan asal geografis yang berbeda terhimpun bersama dan mengidentifikasi diri sebagai satu kelompok sosial tertentu. Pada Piagam Madinah yang berisi 47 pasal itu, disebutkan di pasal (1) “Muhammad, Nabi Allah, mewakili kaum Mukmin Quraisy dan Yastrib menyatakan bergabung dengan kelompok masyarakat lainnya, ikut berjuang bersama mereka. (2) Membentuk sebuah ummah yang lain daripada manusia-manusia sebelumnya “. (Ali Bulac, 2001). Sangat terasa adanya rasa percaya diri dan pengungkapan dignity dalam rumusan kalimat di kedua pasal tersebut, dan dengan modal itu Nabi serta sahabat-sahabatnya tampil sebagai pengambil inisiatif untuk berdakwah mengembangkan ummah yang multikultural di Madinah.
Jaidi sekalipun pada posisi minoritas, Nabi saw bersama sahabat-sahabatnyas bukan hanya aktif berinteraksi dengan warga kelompok mayoritas, tetapi bahkan mengambil inisiatif untuk membangun struktur masyarakat baru yang sesuai dengan sikon zaman. Tetapi harus dicatat, awal dari semua langkah inisiatif yang berani ini adalah dengan perhitungan atau siyasah yang terukur. Dimulai dengan suatu cacah penduduk, lalu melakukan konsolidasi internal untuk mengukuhkan soliditas kaum muslim yang terdiri dari berbagai kelompok-suku. Pasal 3 sampai 23 dari Piagam Madinah dapat difahami sebagai upaya konsolidasi internal, memperkuat sel-sel jaringan Ukhuwah Islamiyah sebagai persiapan untuk memenangkan “pertarungan” interaksi sosial antarkelompok dalam kompleksitas masyarakat yang multikultural. Ambil contoh dari pasal (17) “Perdamaian di antara Muslimin adalah satu. Tidak seseorang muslim pun boleh bersepakat untuk menyetujui perdamaian dengan mengenyahkan muslim lainnya”, dan pasal (23) “Bila terdapat perbedaan tentang sesuatu hal, hendaklah diserahkan kepada Allah dan Muhammad”. Kedua dictum ini sangat jelas tertuju pada maksud mempersatukan kaum Muslim yang memang berpotensi konflik karena karakter heterogenitasnya.
Jadi, belajar dari apa yang dicontohkan Nabi dan para sahabat di Madinah, salah satu persiapan untuk memasuki masyarakat global yang multikultural itu adalah kemampuan managerial untuk mempersatukan kaum muslim yang tidak homogen. Kaum muslim yang terbelah-belah sudah merupakan realitas sejarah, persoalannya adalah kepemimpinan siapa yang mampu mempersatukan untuk membawa mereka dengan percaya diri dan bermartabat ke kompleksitas masyarakat yang multikulutral, bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai inisiator yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam sebagai rahmat bagi semua kelompok masyarakat yang ada.
Berikutnya adalah membangun ukhuwah wathoniyah & bashariah di tengah pluralitas ummah yang ingin hidup bersama secara damai, dengan cara saling menjaga diri (taqwa). Tiap kelompok punya otonomi kultural sendiri, dan mereka berhak mengekspresikan diri sesuai dengan kriteria-kriteria hukum agama dan budayanya. Jaminan atas hak ini dalam Piagam Madina antara lain terlihat pada pasal (25) “Agama orang-orang Yahudi untuk mereka sendiri, agama kaum muslim untuk mereka sendiri. Hal ini termasuk mawla mereka dan diri (person) mereka sendiri”. Diktum ini yang sekarang disebut sebagai salah satu prinsip dalam Multikulturalisme, yaitu bisa menghargai orang lain seperti apa adanya - you are what you are, sebenarnya tak lebih dari upaya sosialisasi atas prinsip-prinsip kebebasan serta oengakuan atas adanya perbedaan agama seperti yang difirmankan Tuhan (S.al-Kafirun) sebelumnya pada periode makkiyah dengan kalimat lakum dienukum wa liyadien.
Bagaimana dengan tugas dakwah? Dakwah tetap berlangsung wajar di tengah-tengah pluralitas yang saling menghargai, untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah terhadap warga masyarakat yang semakin kompleks. Dakwah dalam masyarakat yang multikultural berakentuasi pada proses interaksi antarkelompok yang ada, yaitu lewat perilaku-perilaku warga muslim yang menimbulkan proses saling mempengaruhi dengan warga dari kelompok lain. Tuntunan normatif yang diberikan al-Qur’an untuk tampil dengan sikap terbuka, percaya diri, dan menjaga dignity Islam, sebagaimana telah disebut di atas, dimaksudkan untuk efektivitas penularan norma-norma dan nilai Islam dalam proses interaksi antarkelompok tersebut. Sementara tuntunan tentang taqwa, sikap selalu menjaga diri, dimaksudkan untuk memupuk pengendalian diri terhadap potensi-potensi konflik yang lazim ada dalam proses interaksi antarkelompok. Dengan demikian setiap muslim diharapkan bisa tampil dengan perilaku interaksi yang berbobot dakwah bil haal, baik dalam hubungan-hubungan yang bersifat asosiatif maupun yang bersifat disasosiatif.
Fenomena global yang menumbuhkan masyarakat-masyarakat multikultural meyakinkan orang mukmin akan universalitas Islam, karena embrio pengembangan masyarakat multikultural tersebut telah didemonstrasikan Nabi pada periode Madina 1400 tahun yang lalu. Apa yang dituntunkan Nabi adalah: (1) Keberanian untuk memasuki masyarakat multikultural (ummah) secara terbuka, percaya diri, dan menjunjung tinggi martabat Islam (2) Konsolidasi internal dengan membangun ukhuwah Islamiyah. Berbeda pendapat (khilafiyah) sudah merupakan keniscayaan, maka adagium yang tepat adalah “bersatu dalam ushul, bertoleransi dalam furu’ “ (KHM Isa Anshary, 1984). (3) Interaksi sosial dengan kelompok-kelompok lain atas dasar saling menjaga diri dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. (4) Membangun ukuwah wathoniyah wa bashariyah antarkelompok etnik-agama yang ada.
Kualifikasi dai bagaimana yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi empat tuntunan di atas, antara lain dapat disebut beberapa hal.
Pertama harus beriman dan ikhlas terhadap agama yang hendak didakwahkan, sebab keberanian, percaya diri, dan kesetiaan untuk menjaga martabat Islam hanya muncul dari iman serta sifat ikhlas tersebut. Perlu dibangun kesadaran baru tentang makna kewajiban dakwah sebagai tugas untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah secara hikmah kepada semua orang. Keihlasan dalam dakwah membuat seorang dai bisa lebih berlapang dada. Soal orang masuk Islam haruslah dengan kesadaran diri dan dengan hidayah Allah. “ Tidak ada paksaan dalam beragama, sungguh sudah jelas beda antara hidayah dengan kesesatan” (Al-Baqarah, 256). Jadi tidak perlu ada perasaan berjasa dengan mengislamkan orang, sebab “ bahkan Allahlah yang berjasa ketika ia membimbing untuk beriman, jika kamu benar-benar beriman”(Al-Hujurat, 17).
Kedua bersifat adil, dalam arti hanya mendakwahkan apa yang sudah diamalkan (Al-Baqarah, 44), tidak menyembunyikan kebenaran Tuhan (Al Imran, 187) karena berbagai kepentingan, dan mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga memiliki hikmah sehingga mampu berdakwah sesuai dengan sikon obyeknya. Dakwah untuk masyarakat kota yang mengalami rasionalisasi dan alienasi sudah tentu - dengan sifat hikmah - didekati dengan cara yang berbeda jika berhadapan dengan masyarakat desa yang stagnan. Dakwah dengan pendekatan esoteris atau estetis dapat dilakukan untuk masyarakat kota, sementara untuk masyarakat desa tersebut dakwah dilakukan dengan pendekatan etis. Penyajian materi dakwah pun tentu bilhikmati, yaitu ke masyarakat kota yang dinamik-plural dengan hidayah sentris sementara ke masyarakat desa yang stagnan dengan rasio sentris. Tetapi bagaimana hikmah bisa dimiliki seseorang (dai), Al-Ghazali mengajukan empat prasyarat: ‘ilmu, iffah, saja’ah, dan ‘adlu.
Keempat, berakhlaq karimah agar bisa tampil sebagai sosok teladan seperti yang dicontohkan dan menjadi kunci sukses dakwah Rasulullah Saw.

Nabi dan para sahabat tampil sebagai inisiator masyarakat multicultural di Madinah dalam posisi sebagai kelompok minoritas. Kaum muslim di Indonesia yang mayoritas (85%) mestinya bisa lebih berhasil dengan menjadikan jejak-jejak sejarah Nabi tersebut sebagai model dakwah dalam membangun masyarakat bangsa yang multikultural.

Wallahu a’lamu bisshowab.

Minggu, 27 November 2011

Bagaimana Cara CIA Awasi Twitter dan Facebook?


Bukan rahasia jika pihak intelijen sebuah negara saat ini gemar mengawasi social media seperti Facebook dan Twitter. Hal itu juga dilakukan Amerika Serikat melalui Central Intelligence Agency (CIA).
Salah satu lembaga dalam CIA yang melakukan hal itu adalah The Open Source Center (OSC). Meski namanya mengandung kata-kata Open Source, lembaga ini tak terkait dengan software Opan Source seperti Linux dan lainnya.
Di dalam OSC terdapat tim khusus yang menjuluki diri sendiri sebagai 'Ninja Librarians'. Tugas tim ini adalah mengawasi Facebook, Twitter, chat room dan forum online apapun yang terbuka untuk kontribusi dari pengguna internet manapun.
Jumlah pasti tim itu tidak disebutkan, namun Associated Press menakar angka ratusan sebagai gambaran bahwa tim itu cukup besar. Kebanyakan anggota tim adalah analis dengan gelar master di bidang perpustakaan, cocok dengan julukan 'Ninja Librarian'.
Selain itu, kemampuan bahasa asing sangat diperlukan bagi anggota tim tersebut. Karena OSC disebutkan memang fokus pada situasi di luar negeri. Selain di kantor pusatnya di Virginia, AS, ada juga analis OSC yang disebar di kedutaan besar AS di berbagai negara.
Pekerjaan tim ini cukup intens, kadang bahkan mencakup pemantauan secara real-time. Contohnya saat terjadi kerusuhan di Thailand, atau beberapa saat setelah Osama bin Laden tewas di tangan Navy Seal dan tentunya momen-momen demonstrasi di Timur Tengah. Hasil laporan mereka menjadi bagian dari laporan harian yang diterima Presiden AS Barack Obama.
Kehandalan tim ini juga tak diragukan. Sebagai contoh, para analis ini disebut sudah memprediksikan akan terjadinya penggulingan kekuasaan di Mesir sebelum hal itu terjadi. Hanya saja, mereka tidak bisa meramalkan kapan tepatnya revolusi berlangsung.
OSC dibangun sejak tragedi 11 September di AS. Lembaga ini merupakan salah satu hasil rekomendasi Komisi 11 September yang dimaksudkan sebagai cara memperbaiki strategi anti terorisme.
Sedangkan fokus OSC pada social media mulai terjadi setelah Revolusi Hijau di Iran pada 2009. Ketika itu para analis mengamati bagaimana Twitter dipakai oleh demonstran untuk mengakali sensor yang diterapkan pemerintah.
Tak hanya mengawasi, 'Ninja Pustakawan' ini juga berusaha memastikan kebenaran informasi yang muncul di social media. Mereka dikatakan memiliki metode untuk mencari siapa yang informasinya bisa dipercaya dan siapa yang tidak. Salah satunya dilakukan dengan cek silang kabar di social media dengan pemberitaan umum atau bahkan dari penyadapan telepon.

Facebook dan Google: Alat Intelijen AS



Jullian Assange, pemilik dan pendiri Wikileaks, telah merilis ribuan dokumen pemerintah AS berlabel rahasia, kini ia berdiri di hadapan media untuk memberikan keterangan dan membuat ancaman terselubung tentang apa yang belum dilakukan.

Dia mendapat perhatian dari wawancaranya dengan statemen yang berani yang terakhir jelas menunjukkan di mana ia berdiri, di sebelah kanan pengguna internet untuk tetap anonim. Dalam sebuah wawancara ekslusif dengan RT, Assange mengatakan bahwa jaringan yang paling populer di dunia sosial, Facebook merupakan yang paling berbahaya, sebuah “mesin mata-mata mengerikan”.

Ditanya tentang pemikirannya mengenai peran media sosial yang telah dimainkan dalam revolusi baru-baru ini di Timur Tengah, pendiri Wikileaks pergi ke arah lain. 

“Facebook merupakan mesin mata-mata paling mematikan dan mengerikan yang pernah ditemukan,” ujarnya.  “Disini kita memiliki database dunia yang paling komprehensif tentang orang-orang, hubungan mereka, nama mereka, alamat mereka, lokasi mereka dan komunikasi satu sama lain, keluarga mereka, semua duduk di AS, semua dapat diakses untuk intelijen AS.”

Facebook, Google, Yahoo-semua organisasi utama AS-dibangun untuk intelijen AS. Mereka memiliki penghubung bahwa mereka telah dikembangkan untuk digunakan oleh intelijen AS.

Intelijen AS dan Facebook telah otomatis diproses.  “Setiap orang harus memahami bahwa ketika mereka menambahkan teman-teman mereka ke Facebook, mereka melakukan pekerjaan bebas untuk badan-badan intelijen Amerika Serikat dibangun untuk database mereka,” ujar Assange. (arrahmah.com)

Jadi anda ingin mengisikan informasi gratis apa kepada intel AS? Tapi, apapun informasinya minumnya tetep teh pait tanpo gulo…

Selasa, 15 November 2011

Memaknai Kebebasan Manusia

Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Oleh kita, terkadang kebebasan dimaknai sebagai perilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggungjawab yang mengandaikan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. Selama ini Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi grand issue dan ideologi global yang dituntut, mengapa kita bersama tidak mempertanyakan kewajiban manusia. Pertanyaan itu diajukan, karena persoalan kewajiban manusia adalah problem filosofis yang harus dijawab dan disadari.

Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan keterhubungannya dengan Tuhan. Dan dari kerangka pemikiran ini pula, manusia dipahami segi kewajiban dan haknya (S H Nasr, 2003). Manusia pada dasarnya dapat dipandang sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak manusia merupakan hasil dari alamnya. Maksudnya, manusia sebagai individu yang kongkrit merupakan produk dari masyarakat beserta budaya yang ada di dalamnya. Memandang dunia secara utuh merupakan salah satu tugas manusia. Karena sebagaimana kaum muslimin ketahui bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardli).

Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan cara memanfaatkan seluruh sumber daya alam bersama yang lainnya dalam prinsip kedamaian dan keadilan. Selain itu, manusia harus secara aktif mengaktualkan diri dalam rangka mengukuhkan eksistensi dirinya dan orang lain dengan cara bersilaturrahmi. Silaturrahmi inilah yang akan melahirkan kehidupan damai sebagaimana diajarkan Islam.

Pada segi lain, manusia dengan bebas mempunyai dan menetapkan suatu tujuan. Yang menjadi soal adalah bagaimana manusia menghayati eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana mengatasi paradoks yang dihayati manusia, agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi. Karena bagaimanapun kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk berkehendak dan berusaha (ikhtiar), namun di sisi lain, kita memiliki keterbatasan yang karenanya kita harus bertawakal.

Menurut Islam, manusia diberikan kebebasan menentukan pilihan hidup untuk kembali kepada eksistensi yang alamiah (pra-manusiawi), atau mengembangkan diri hingga mencapai eksistensi dirinya yang lebih manusiawi. Pilihan pertama berarti memperturutkan hawa nafsunya, sementara pilihan kedua berarti mengikuti hati nurani. Bagi agamawan, agama diturunkan untuk membimbing manusia agar sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk primordial yang sakral. Manusia dalam mengembangkan potensi nalar, nurani dan keimanannya menjadikan dirinya menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Karena itu, apabila sebagai manusia kita hanya memperturutkan nafsu ekonomi semata, lantas apa bedanya manusia dengan binatang.

Apabila berbicara asal muasalnya, manusia tentu lebih rendah derajatnya dari malaikat dan setan. Akan tetapi karena akalnyalah yang menyebabkan manusia memiliki kreatifitas sehingga berkembang sebagaimana perkembangan peradaban dewasa ini. Kembali kepada eksistensi pra-manusia (binatang), akan menyebabkan manusia mengalami kemunduran mental-psikologis, sementara sebaliknya, apabila pilihan untuk menyempurnakan dan mengembangkan eksistensi yang kita pilih, berarti kita menyempurnakan kemanusiaan. Pilihan pertama dengan jelas akan membawa manusia kepada alienasi. Sementara pilihan kedua jelas akan membawa manusia kepada kebebasan dan keutuhan eksistensinya. Menjadi manusia berarti menjalin hubungan dengan sesama dan dunia.

Mengutif gagasan tentang kebebasan dari Erich Fromm, ada lima kebutuhan yang harus mampu dipenuhi manusia dalam melahirkan kebebasan “barunya”, yaitu: pertama, keterbukaan (hubungan); ada kenyataan bahwa manusia hidup sendiri, kenyataan itu menyebabkan manusia merasa tidak mampu hidup sendiri. Sebagai akibatnya manusia dituntut untuk mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, harus merasakan perasaan hubungan dengan orang lain.

Kedua, transendensi; erat hubungannya dengan hubungan manusia sesungguhnya harus melampaui peran pasif sebagai ciptaan, mengatasi sifat kebetulan dan pasifitas eksistensinya, dengan cara menjadi “pencipta”.

Ketiga, keberakaran; dimana manusia harus menemukan kembali akar dirinya sebagai manusia dan ikatan alamiah yang mendasar adalah ikatan anak terhadap ibunya.

Keempat, perasaan identitas; dari sinilah manusia sesungguhnya memerlukan identitas keluarga, budaya, ras sebagai rasa individualitasnya.

Kelima, kerangka orientasi; manusia adalah makhluk berpikir. Pikiran manusialah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan suatu gambaran realitas yang objektif tentang dunia. Dengan itulah manusia mengembangkan dunianya menjadi nyata.

Kebebasan lahir dalam konteks kesadaran untuk memperoleh kebebasan diri (individu) dan menghargai kebebasan yang lain. Dalam hal ini kita bersama tentu memerlukan satu konsensus dalam bentuk aturan bersama yang ditaati dan mengikat semua orang. Dengan demikian kebebasan melahirkan apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak manusia merupakan masalah prinsip dan penerimaan akan prinsip ini mewarnai alam budaya dan intelektual Islam 

Sabtu, 12 November 2011

MANUSIA adalah MAKHLUK yang BERFIKIR

‎____________16888888861__________________________,
____________888888888888881_______________________,
__________68888888888888888________881____________,
________68888888888888888888___1188811_____________,
_______588888888888888888888588811________________,
_______688888888888866888888818___________________,
_______888888888888551188888886___________________,
_______888888888888111158888888___________________,
_______688855111888115156888888`__________________,
________655651111611111558888888`_________________,
_________`66661111111115555668881_________________,
_________115661111111111111511555_________________,
________`__`111111111111111511116866______________,
_______`1`111111111115555111111888888888888_______,
______`1`_1111555115566855511888888888888888______,
____````111___5565555688865688888888888888888_____,
____11``111______11668__6888888888888888888886____,
____1`15651_____________88888888888888888888881___,
____1115511____________888888888888888888888888___,
____111511___________`88888888888888888888888881__,
___`11155_________188888888888888888888888888888__,
___``115_________1888888888888888888888888888888`_,
____`115_________88888888888868888888888888888881_,
____1``11_______688888881688881188888888888888886_,
____1``11______`8888868816888888611````1115888885_,
____`1`11______8888868888888888611``````111888881_,
_____1``11_____6818888888888888111`````1111888881_,
_____11`11`___888188888888888881111```11115888861_,
_____11`111__156518888888888888111```11111888886__,
_____11``111_1111168888888888861111``1111588888`__,
_____`11`11151111115566888868851111111111888886___,
______111`115511111111155111111111111115688888`___,
______1111111555555551111111111111111156888886`___,
_____1111`11166655555155111111111111558888881____,
_______51111115168666555551111111111556888888`____,
_______15111115188888666665551111155568888886_____,
________1511115588888888886666551556688888881_____,
________111155688888888888888888868888888886______,
_________11156688888888888888888888888888886______,
______________68888888888888888888888888888`______,
______________88888888888888888888888888888`______,
_____________188888888888888888888888888888`______,
_____________688888888888888888888888888886`______,
_____________888888888888888888888888888885_______,
____________6888888888888888888888888888881`______,
___________`8888888888888888888888888888881`______,
___________88888888888888888888888888888881`______,
__________588888888888888888888888888888881`______,
_________6888888888888888888888888888888881`______,
________`8888888888888888888888568888888881`______,
________`8888888888888888888888888888888886`______,
________`88888888888888888888888888888888881______,
________188888888888888888888888888888888881______,
________188888888888888888888888888888888881______,
________188888888888888888888888888888888881`_____,
________68888888888888888888888888888888886`______,
________68888888888888888888888888888888886`______,
_______`888888888888888888888888888888888881______,
_______1888888888888888888888888888888888881______,
_______6888888888888888888888888888888888881______,
_______8888888888888888888888888888888888881______,
_______8888888888888888888888888888888888881_

CEO Captainship Training & Workshop


LATAR BELAKANG
CEO dan Leadership adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Ibarat nakhoda kapal, CEO adalah orang pertama yang menterjemahkan visi (tujuan kapal) sekaligus orang terakhir yang meninggalkan kapal dan memastikan semua yang ada dalam kapal stakeholders) selamat sampai tujuan. CEO adalah kapten. Dialah yang tahu betul situasi dan kondisi perusahaannya sampai pada unit-unit organik (divisi, departemen, seksi) yang paling kecil sekalipun. Meski bukan lagi berfungsi sebagai spesialis, sebagai kapten seorang CEO harus mampu membaca tanda-tanda perubahan yang ada di dalam organisasinya dan menterjemahkannya dalam rencana-rencana aksi yang taktis sekaligus strategis. Tanda-tanda perubahan yang terjadi mencakup dinamika sumber daya manusianya, proyeksi rugi dan laba, serta target-target penjualan maupun pemasaran di dunia bisnis yang makin kompetitif namun juga brutal dan tak memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk lengah. Di sinilah pentingnya seorang CEO yang mumpuni, peka terhadap situasi, dan cerdik dalam menyiasati berbagai perubahan di dalam maupun di luar organisasinya.


TUJUAN TRAINING & WORKSHOP
Tujuan dari training serta workshop (dengan berbagai simulasi dan studi kasus) ini adalah memfasilitasi para CEO serta direktur-direktur untuk menjadi kapten yang well-equiped, atau ‘dipersenjatai lengkap’ dengan berbagai pengetahuan serta latihan ketrampilan yang akan membantu mereka membuat keputusan-keputusan taktis (jangka pendek dan mendesak) serta keputusan-keputusan strategis (jangka panjang). Di samping itu, para CEO dan direktur akan dibekali diri dengan ketrampilan memberikan persuasi kepada para staff dan karyawan dengan cara yang menarik, anggun dan efektif. Ketrampilan ini juga akan sangat bermanfaat bagi para CEO dalam berhadapan dengan mitra bisnis serta klien-klien super penting.



MATERI BAHASAN
1.    CEO – Apakah implikasi dari entitlement itu? – Sebuah Pengantar
2.    CEO dan Governance dalam konteks Struktur Organisasi
3.    Bagaimana memfokuskan energi dan perhatian pada 3 hal utama
4.    CEO dan Pengembangan Power of Influence
       Command, Respect, Inspiration and Loyalty
5.    Bagaimana membaca dan memahami Laporan Keuangan
6.    CEO dan Conflict Management
7.    Problem Solving
       Menemukan akar masalahnya lebih utama daripada mencari solusinya
8.    Intisari sebuah bisnis: Memberi, memberi dan memberi
       Value Creation & Value Delivery



PESERTA
  1. CEO/ President Direktur
  2. Presiden Direktur
  3. Direktur
  4. Direksi
  5. Kepala Divisi/ General Manager yang akan dipromosikan menjadi salah satu direktur
TRAINER
  1. AC Mahendra K Datu  [Pakar & Konsultan Senior Manajemen]
  2. Dr. Christiana, CPMA. [Pakar & Konsultan Keuangan]
  3. Binsar Sitorus [Pakar Manajemen Bisnis]

WAKTU & TEMPAT PENYELANGGARAAN TRAINING

Training ini akan diselenggarakan selama 2 hari pada:
Hari/Tanggal           : Rabu-Kamis, 23-24 November 2011
Waktu                    : 07.30 – 17.00 WIB
Tempat                  : Hotel Manhattan
                              Jakarta Selatan
BIAYA PENDAFTARAN
Biaya normal : Rp. 9.000.000,-/ Peserta
(Biaya sudah termasuk training kit, coffee break, makan siang dan sertifikat).
Early bird Rp 7.500.000,- sampai tanggal 9 November 2011.